Jakarta -- Berbagai penelitian, teknologi, dan inovasi terkait gambut yang melibatkan berbagai para pemangku kepentingan (stakeholder), dan multi manajemen, serta sinergitas antar stakeholder, sangat penting sebagai pengembangan mendukung pengelolaan gambut, untuk kelestarian gambut dan kesejahteraan masyarakat lokal. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK, Agus Justianto, saat membuka Kick Off Kerja Sama Penelitian Lahan Gambut di kantor CIFOR, Bogor, 14 Februari 2020 lalu.
Kick off ini merupakan bagian dari program kegiatan International Tropical Peatlands Center (ITPC) memasuki dua tahun setelah diresmikan oleh Menteri LHK. “Tantangan pengelolaan gambut adalah sangat dinamis, tidak hanya terkait konservasi, restorasi, keanekaragaman hayati, tapi juga untuk meningkatkan produktivitas dari hutan gambut, serta tata kelola. Banyak stakeholder yang peduli dan sangat terkait dengan gambut, sehingga memberikan dampak langsung," lanjut Agus.
Baca Juga: Menristek Apresiasi Eksistensi Lembaga Riset LHK
Dirinya menekankan agar para stakeholder dan masyarakat tidak hanya melihat gambut sebagai suatu area, tetapi juga untuk memahami bagaimana pengelolaan gambut dapat bermanfaat untuk meningkatkan keberlanjutannya. “Masyarakat harus menyadari fungsi gambut tidak hanya sebagai sumber air, konservasi, keanekaragaman hayati, penyimpanan karbon, tapi juga untuk ekowisata. Oleh karena itu, komunikasi dan koordinasi antar stakeholder diperlukan untuk merestorasi area gambut, khususnya pengelolaan adaptif terhadap perubahan kondisi terkait perubahan iklim, juga dampak ekologi, konservasi keanekaragaman hayati, dan mendukung kesejahteraan sosial," jelasnya.
Salah satu kontribusi nyata mendukung pengelolaan gambut berkelanjutan, BLI KLHK melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan (Puslitbanghutan), telah melakukan penelitian rehabilitasi Ramin, dan inovasi pemanfaatan mikorhiza sebagai media tanam bibit untuk lahan gambut. Kegiatan penelitian ini telah dilakukan sejak tahun 2016 oleh peneliti Puslitbanghutan, Dr. Maman Turjaman dan bekerja sama dengan PT. APP Sinas Mas dalam pengembangan di lapangan. Hingga saat ini tercatat telah ada koleksi 50 isolat fungi mikorhiza arbuskula yang diperoleh dari areal konsesi PT. APP Sinar Mas Sumatera dia Riau, Jambi dan Sumatera Selatan.
“Inovasi ini merupakan bentuk model restorasi gambut yang berkelanjutan, karena bersifat ramah lingkungan (eco-friendly) tanpa polybag, akar akan tumbuh baik, dan media tanam lebih padat, serta berpotensi untuk dikembangkan oleh masyarakat lokal," Maman menerangkan.
Sebagaimana dinyatakan kembali oleh Agus, ITPC berdiri untuk memastikan metadata, identifikasi kesenjangan teknologi, dan persyaratan yang diperlukan dalam pengawasan restorasi, konservasi ekologi gambut, dan berbagi pengetahuan antar berbagai negara, serta sebagai sarana promosi praktek-praktek terbaik (best practices) dalam pengelolaan gambut, agar dapat memberi manfaat untuk mendukung ketersediaan air dan pengelolaan gambut. “Kami juga ingin membangun kemitraan dan komunikasi antar stakeholder, bukan hanya antar pengambil kebijakan tapi juga para praktisi,” ujarnya.
Baca Juga: Experiencing Innovation of Sericulture
Dengan adanya kegiatan kick off ini, Agus berharap dapat terbangun referensi restorasi ekologi dan manfaat ekosistem gambut dari berbagai sumber, serta para mitra dapat mengimplementasikan ilmu-ilmu yang diperoleh dalam mendukung penglolaan gambut berkelanjutan.
“Semoga kegiatan ini dapat berjalan konduktif, konstruktif, dan memberikan wawasan, meningkatkan pengetahuan, serta dapat memperkuat kolaborasi dalam pengelolaan lahan gambut. Saya harap pertemuan ini dapat menghasilkan formulasi dan kesimpulan dalam praktek-praktek terbaik pengelolaan gambut dan sebagai sumber untuk berbagi pengalaman di dunia internasional,” pungkas Agus.
Selain Kepala BLI KLHK dan Koordinator ITPC, acara tersebut juga dihadiri Kepala Puslitbanghutan, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI), perwakilan Sekretariat BLI KLHK, CIFOR, ICRAF, serta para ilmuwan dan akademisi dari Balai Besar Penelitian, Pengembangan Bioteknologi, dan Pemuliaan Tanaman Hutan BLI KLHK di Yogyakarta, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) dan National University of Singapore (NUS) Environmental Research Institute.
Sementara itu, Elim Sritaba, perwakilan PT. APP Sinar Mas, menyampaikan apresiasi terhadap dukungan dari ITPC dan inovasi BLI KLHK terkait mikorhiza. “Kegiatan ini sangat sejalan dengan tujuan organisasi, karena sebagai salah satu perusahaan kertas terbesar di Indonesia, kami telah berkomitmen bagaimana menemukan best practices dalam pengelolaan gambut dan restorasinya, dengan melibatkan beberapa mitra pakar. Kami menyadari bahwa areal kerja kami adalah lahan negara, sehingga kami harus mematuhi regulasi, dan melakukan kolaborasi untuk terus belajar, serta pengembangan praktek-praktek pengelolaan gambut terbaik, khususnya dalam mendukung restorasi di 7.000 hektar areal kerja kami," ujar Elim.