Semut untuk Layanan Transportasi Publik Lebih Baik

Semut: Sistem Transportasi Cerdas


Senin, 9 Agustus 2021

Artikel dari buletin bulanan "Terap" LPPM ITB ini dipublikasikan dalam sainster.com sebagai bagian dari kerja sama LPPM ITB dan idealogcom.id

Semut: Sistem Transportasi Cerdas

Aplikasi Semut Jabar menjadi karya kolaborasi yang baik antara ITB dan Pemprov Jabar. Kerja sama ini memungkinkan implementasi sistem yang dikembangkan oleh lembaga pendidikan pada kebijakan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan. Hak cipta aplikasi ini dimiliki bersama-sama, tetapi secara legal menjadi milik Pemprov Jabar.

Aplikasi Semut sebelumnya juga sudah digunakan pada angkot di Kota Bandung. Bekerja sama dengan Kopamas, GPS dipasang di angkot yang berada di bawah naungan Kopamas. Keunikan Semut lainnya, aplikasi ini menyediakan pilihan avatar yang menarik sesuai dengan karakter Indonesia. Gamifikasi lewat pilihan avatar berbaju adat yang beragam menjadi unsur lokal yang menarik bagi pengguna. Fitur semacam ini tak akan didapat dari aplikasi buatan luar negeri.  

"Ini cara-cara supaya pengguna merasa ada keterwakilan dari dirinya. Supaya benar-benar mau menggunakan aplikasi ini, kami personalkan apilkasinya. Ada beberapa ikon avatar yang kami buat. Kami juga membuat gambar angkot (pada aplikasi Semut untuk angkutan kota) sesuai dengan warna angkotnya supaya pengguna bisa mengidentifikasi langsung angkot apa, rute mana," tuturnya.

Aplikasi Semut bisa menjadi salah satu cara untuk meningkatkan daya saing trasnportasi publik. Dengan pelayanan yang semakin baik, masyarakat tidak segan meninggalkan kendaraan pribadinya dan beralih ke transportasi publik. Popularitas transportasi online ternyata tidak menutup peluang transportasi publik untuk tumbuh.

"Kalau dari hasil survei yang ada, hanya 15 persen penumpang yang tidak mau naik angkot. Artinya, masih ada 85 persen yang mau. Dengan adanya aplikasi transportasi online, Semut ini jadi komplemen, jadi tidak bersaing head to head," kata Agus, M.Kom.

Dengan data tersebut, peluang monetisasi pun masih terbuka luas. Misalnya saja pada aplikasi Semut yang digunakan di angkot, tersedia fitur carter. Seperti diketahui, banyak masyarakat yang mencarter angkot untuk keperluan khusus, misalnya mengangkut barang maupun untuk kegiatan bersama rombongan. Pengguna bisa mengetahui tarifnya dan tersedia fitur tawar-menawar. "Sesuai kultur, kita yang suka menawar," ujar Agus, M.Kom.

Aplikasi Semut ini juga bisa menjadi alat bagi pemerintah dan perusahaan transportasi mengontrol pendapatan. Pemerintah bisa mengecek berapa pajak atau retribusi yang bisa didapatkan dari sektor transportasi umum ini. Perusahaan juga bisa mengetahui secara pasti berapa jumlah penumpang yang sesungguhnya. Dengan demikian, potensi pendapatannya bisa terpetakan dengan baik.

Aplikasi Semut masih bisa dikembangkan untuk memanfaatkan berbagai ceruk transportasi publik. Misalnya saja membuat perjalanan yang terintegrasi. Penumpang yang perlu transit atau berpindah angkutan umum bisa merancang perjalanan dan membayarnya dalam satu aplikasi saja.

Lewat pengembangan aplikasi ini, pemerintah juga bisa memanfaatkannya untuk membuat rekayasa lalu lintas yang terintegrasi. Misalnya penentuan lokasi halte, pembuatan rekayasa lalu lintas, pengelolaan jalan dan sebagainya bisa dibuat berdasarkan data yang dikumpulkan oleh aplikasi.

Dr. Reza berharap, aplikasi ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat yang lebih luas. Paling penting dari semua upaya ini, kehadiran Semut diharapkan bisa memudahkan penggunanya. "Fitur carter, bisa menawar, nah hal-hal semacam ini tiap daerah bisa berbeda. Kultur yang melengkapi akan berbeda. Di Bandar Lampung, kita telah membuat sistem informasi, smart traffic light, ini tergantung kultur. Selama memudahkan masyarakat, kami ingin kembangkan dan bisa diimplementasikan" tutur Dr. Reza.***

Halaman:  12
KATA KUNCI

BAGIKAN

BERI KOMENTAR