Semut untuk Layanan Transportasi Publik Lebih Baik

Semut: Sistem Transportasi Cerdas


Senin, 9 Agustus 2021

Artikel dari buletin bulanan "Terap" LPPM ITB ini dipublikasikan dalam sainster.com sebagai bagian dari kerja sama LPPM ITB dan idealogcom.id

Semut: Sistem Transportasi Cerdas

Pengguna transportasi umum di Indonesia nyaris tak bisa memperkirakan waktu tempuh yang tepat. Waktu tunggu yang tidak jelas, kemacetan, dan berbagai hambatan lainnya membuat pengguna transportasi publik tak bisa memperkirakan waktu tiba di tujuan. Pusat Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi (PPTIK) Institut Teknologi Bandung mengembangkan sistem transportasi pintar Semut untuk meningkatkan kualitas pelayanan transportasi umum.

Semut merupakan intelligent transportation system (ITS) yang telah dirintis PPTIK sejak sekitar 2010. Pada mulanya aplikasi ini dikembangkan untuk memudahkan pengguna bepergian dari satu tempat ke tempat lain. "Aplikasi yang spesifik untuk Indonesia. Fitur untuk mendeteksi kemacetan seperti di Google Map itu ada di Semut. Lalu sebelum share-loc di WhatsApp, di aplikasi ini bisa membagi lokasi dengan teman atau keluarga yang akan janjian bertemu di suatu tempat." kata Dr. Reza Darmakusuma saat diwawancara pada Minggu (9/5/2021).

Semut kemudian berkembang menjadi sebuah platform untuk menyelesaikan berbagai masalah transportasi, khususnya transportasi umum. Transportasi umum di Indonesia merupakan kebutuhan publik yang diatur oleh pemerintah, tetapi penyelenggaraannya dilakukan oleh sektor swasta. Maka, implementasi sistem baru harus menggandeng dua unsur utama dalam bidang ini, yaitu pemerintah dan pengusaha transportasi.

"Kalau kita lihat, Semut ini platformnya. Untuk tiap daerah, kita kembangkan sesuai daerah masing-masing, misalnya Semut Jabar bekerja sama dengan Pemprov Jabar. Dengan Pemda Bandar Lampung jadi Semut Bandar Lampung dan sebagainya," ujar Dr. Reza.


BACA JUGA:

Perancangan Alat Giling Tebu Buatan Peneliti ITB


Sejak 2019, kerja sama dengan Pemprov Jabar dimulai untuk mengembangkan bersama-sama aplikasi Semut Jabar. Bekerja sama dengan sekitar 80 perusahaan otobus, aplikasi ini diterapkan untuk melacak keberadaan bus antar kota dalam provinsi (AKDP). Pelacakan ini dilakukan dengan memasang GPS di armada bus AKDP.  "Saat ini sudah sekitar 3.000 bus yang terpasang dari target 6.000 bus. Pemasangannya masih terkendala COVID-19," kata anggota tim peneliti Semut, Agus Kuncoro, M.Kom.

Pengadaan GPS menjadi tanggung jawab pemerintah, sedangkan ITB pada pengembangan sistemnya. Pemilihan teknologi GPS ini karena banyak sopir bus yang belum menggunakan telefon pintar (smartphone). Keterbatasan penguasaan teknologi para pengemudi bisa teratasi dengan pemasangan GPS di setiap bus.

Melalui sistem yang dikembangkan ITB ini, Dinas Perhubungan Pemprov Jabar selaku regulator, perusahaan otobus sebagai pemilik armada, juga para pengguna bisa memonitor bus. Regulator berkepentingan agar bus-bus ini tidak melanggar trayek yang telah diatur pemerintah. Perusahaan juga perlu memastikan armadanya beroperasi maksimal.

Pada akhirnya, penumpang bisa mempunyai gambaran yang lebih presisi saat menunggu bus, mengetahui posisi bus terdekat, dan berapa lama akan tiba.  "Tahun 2020, tim berencana untuk melakukan diseminasi atau sosialisasi pada penumpang agar menggunakan aplikasi ini, namun terkendala pandemik COVID-19" kata Dr. Reza.

Halaman Berikutnya: aplikasi Semut Jabar menjadi karya kolaborasi...

Halaman:  12
KATA KUNCI

BAGIKAN

BERI KOMENTAR