Setelah Kota Tegal mengumumkan lockdown lokal, mulai tanggal 30 Maret hingga 30 Juli 2020, langkah hampir sama diambil Kota Tasikmalaya. Walikota Tasikmalaya Budi Budiman mengumumkan karantina lokal selama sebulan penuh di April.
Kota Tasikmalaya menolak menyebut kebijakan tersebut lockdown, sekalipun isi kebijakan hampir sama dengan yang dilakukan Kota Bahari Tegal. Pilihan yang dilakukan Tasikmalaya mengkarantina diri ini yaitu menghentikan masuknya warga dari luar daerah, dan menahan warganya untuk tetap diam di rumah.
Dari paparan yang disampaikan oleh Walikota Budi Budiman selama 7,50 menit yang disebar di media soaial, kebijakan karantina lokal diambil untuk melindungi warganya dari penyebaran virus corona atau Covid-19. Apalagi dari hasil tes terhadap pasien dalam pengawasan, lima orang dinyatakan positif corona.
Lima orang ini yaitu tiga dari klaster lembang. Klaster lembang ini sejak awal disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjadi salah satu dari empat klaster yang menjadi sumber penyebaran virus corona di Jawa Barat
Klaster Lembang ini yakni peserta seminar yang digelar oleh salah satu gereja. Tiga orang yang positif corona di Kota Tasikmalaya, yang ikut dalam kegiatan seminar tadi. Dua lainnya yaitu setelah yang bersangkutan bepergian ke Bogor dan ke Jakarta. Dua daerah itu zona merah penyebaran corona.
Untuk mencegah lebih jauh penyebaran virus tersebut, diperlukan pembatasan gerak warga kota atau tetap di rumah dan juga menahan orang luar masuk kota ini.
Oleh karena itu semua jasa angkutan umum, yang biasa melayani warga dari luar daerah masuk ke kota Tasikmalaya dan sebaliknya, diminta tidak beroperasi sejak tanggal 30 Maret 2020 sampai akhir April. Begitu juga kendaraan pribadi yang.masuk harus membawa surat tugas saat akan keluar atau masuk ke daerah ini.
Jadi urusan harus jelas, kalau dari daerah zona merah kemungkinan mesti dikarantina selama 14 hari sebelum bebas masuk.
Begitu juga dengan warga yang ada di kota, agar tetap untuk diam di rumah, batasi aktivitas massal, serta mengikuti prosedur kesehatan dalam mencegah corona.
Langkah mengkarantina diri yang dilakukan oleh Pemkot Tasikmaya, karena menyadari kalau sampai mereka yang terjangkit mengalami ledakan, maka sulit untuk merawatnya. Karena jumlah sarana dan prasarana untuk karantina pasien positif maupun pasien dalam pengawasan, sangat minim sekali.
Tenaga medis setelah di data juga terbatas, sampai alat perlindungan diri untuk tenaga medis, menurut wali kota sangat sulit diperoleh.
Tidak ada pilihan lain, kecuali mencegah penyebaran yaitu dengan mengkarantina diri.
Menjadi pertanyaan, apakah kebijakan ini akan efektif? Semua berharap kebijakan tersebut tentu berjalan dengan baik, sehingga warga kota terlindung dari sebaran corona. Untuk melihat apakah bisa efektif atau tidak, paling tidak ada lima hal yang perlu diperhatikan.
Pertama, Pemkot Tasikmalaya mesti mengluarkan surat keputusan walikota terbaru terkait kebijakan ini. Kebijakan diambil sekarang berbeda dengan yang sebelumnya yaitu berupa himbauan sosial distancing atau pembatasan sosial.
Keputusan ini harus.mengurai tujuan kebijakan secara lebih jelas, untuk instruksi bagi pelaksana di lapangan dan apa.prioritas yang perlu dilakukan. Sampai Minggu (30/3/2020) baru lisan dalam pidato disampaika ke publik, belum.aturan tertulis.
Kedua, kebijakan ini harus didukung semua pihak, mulai dari DPRD, tokoh ulama, tokoh masyarakat, cendekiawan, sehingga dalam.pelaksanaanya di lapangan bisa berjalan dengan baik. Termasuk semua komponen itu ikut sosialisasi ke lapangan.
Belajar dari kegiatan pembatasan sosial yang telah berjalan beberapa waktu ke belalakang, ternyata tidak banyak berjalan. Terlhat suasana kota masih ramai, kegiatan pengajian, jumatan masih sepeti biasa. Belum terlihat pembatasan kegiatan kerumuman massa. Saat karantina ke depan, hal seperti itu, baiknya bisa dicegah. Dorong warga untuk bekerja, beribadah di rumah.
Ketiga, Pemkot Tasikmalaya harus memiliki anggaran yang cukup agar pelaksnaan kebijakan ini berhasil. Terutama untuk melengkapi kebutuhan sarana dan prasarana kesehatan.pencegahan maupun penindakan. Rencana untuk menabah ruang isolasi di rusun asrama mahasjswa harus teranggarkan. Termausk operasional petugas di lapangan, dan bantuan untuk warga sangat miskin terdampak.
Dalam hal ini harus diokasikan kebutuhan anggran secara memadai.
Keempat, kebijakan ini harus jelas sapa siapa saja petgas atau pelaksana di lapangan, mulai dari petugas yang mencegah kendaraan masuk, pengawas kegiatan di lapangan, dan lainnya. Keterlibatan Polri dan TNI juga diperlukan untuk kebijakan ini. Hanya dimana mereka berperan perlu koordinasi pemangku kebijakan.
Kelima, hukuman atau sanksi ataa pelanggaran selama kebijakan di jalankan. Apa bentuk hukuman akan diterapkan terhadap mereka yang melanggar, apakah kurungan fisik, denda atau sebatas teguran.
Hukuman diperlukan agar orang mau tunduk atas aturan diterapkan. Ini juga bagian penting, dalam implementasi kebijakan karantina lokal tersebut. Termasuk hukuman atas perusaaan bus masih beroperasi atau orang seenaknya melakukan kegiatan massa, membuka hiburan dam lainnya.
Tindakan tegas diperlukan, agar kebijakan berjalan. Apalagi ini menyangkut perlindungan nyawa dalam jumlah besar.